Pages

Subscribe:
SELAMAT DATANG DI BLOG INI

Labels

Jumat, 22 Februari 2013

Sebuah Isyarat

Hafyzov 06-02-2013
Aku tak mengerti kenapa tiba tiba ada sosok yang membuatku berdebar. Seorang gadis. Detak jantungku seakan berpacu lebih cepat. Deg deg deg …. (Alhamdulillah berarti aku masih hidup). Saat ia datang suasana serasa lebih mempesona. Akupun selalu ingin memperhatikannya…. Jangan jangan ini akibat ulah si cupid…! 
 Ketika aku menoleh, aku menoleh kepada dia. Meski kadang untuk – sekadar - mencuri pandang saja. Dia cantik. Itu yang menjadi alasan kenapa aku selalu ingin menatapnya dalam waktu yang lama. Darimana datangnya lintah, dari rawa turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati. Itu kata sebuah jargon. Mungkinkah jargon itu berlaku buatku? Ah… ungkapan klasik. Jadul. Aku tak tau apakah itu cinta atau bukan. 
Aku mengerti bahwa senja selalu menjadi epilog, penutup perkuliahan ini. Senja selalu memisahkan aku dan dia. Ya. Aku, dia, kamu, dan mereka akan segera beranjak dan berpisah. Tapi aku tak pernah membenci senja. Sama sekali. Karena aku mampu membisikkan sebuah keyakinan dalam jiwaku, “tak apalah kita berpisah, bukankah hari esok akan mempertemukan kita lagi?”. Hari esok menjadi prolog, pembuka lembaran baru dari setiap kehidupan yang masih terus bergulir. Entah skenario Tuhan yang macam apalagi yang mesti kuhadapi. Yang jelas, hari ini dan yang akan aku sambut harus lebih baik dari hari yang telah aku lalui. Jika aku ingin menjadi manusia yang beruntung. Cemunguuuuuth….!! 
Sudah aku bilang, aku tak terlalu larut untuk berenigma, berteka teki apakah yang kurasa itu cinta atau bukan. Cinta itu terlalu istimewa. Hingga menuntut sesuatu yang lebih. Meski di satu sisi ada alasan untuk menerima apa adanya. Terlepas dari alasan alasan itu, sejujurnya dapat kutebak bahwa ketika dia tak hadir, aku yakin ada yang selalu harapkan kehadirannya. Entah siapa? Rasakan sajalah isi hatimu. Yang jelas, tanpa hadirnya dia merasa ada yang tak lengkap. Setidaknya menyesal tanpa hadirnya. Hmmmmm…. Inikah sebuah isyarat? Isyarat apa?. (jawab sendiri) 
 Kupandangi wajahnya sekali, dua sampai tiga kali. Aku mengakui terbersit kekaguman dari diriku. “ini wajah gadis itu. Cantik sekali”, gumam batinku. Bagiku memandangnya – kadang – menjadi intermezzo konkret dari suasanaku yang cenderung ragu ragu. 
 Jika dipikir, bagaimana aku tak memandangnya, semantara aku bukanlah orang buta. Jadi, aku masih akan terus melihatmu di sini. Aku juga bukan orang tuli untuk tak mendengar orang orang memanggil namamu. Mendengar suaramu. Suaramu terdengar jelas dalam pendengaranku. Jernih. Aku juga bukan orang bisu meski aku cenderung diam. Diamku tak berarti bisu. Tapi aku hanya memilih untuk tak bicara. 
Aku menikmati suasanaku. Biarkan aku. Lama lama aku juga akan terbiasa. Kalaupun ini merupakan cinta, cinta juga tak selamanya memiliki. Mencintai pun juga hal yang wajar. Tak dapat dia, stok wanita di dunia ini berlimpah. Sangat melimpah. “hhhhh”, kuhela nafas dalam dalam. Kupasang “barang berhargaku”, kacamata minusku. maklum tanpanya aku sulit menebak wajah orang. Pelan pelan aku bangkit dan beranjak dari tempat dudukku. “Hasta Luego, sampai jumpa lagi”, ujarku. Sebagian mereka ada yang mengulang kembali kalimat itu. Sementara yang lain hanya melambaikan tangan. Dia tak menoleh lagi. 
Bila dia terlahir untukku, dia pasti hanya untukku. Bukan untuk siapa siapa. bila aku terlahir untuknya, aku pasti hanya untuknya. Bukan untuk siapa siapa. 
Dialah diaku, bukan dia yang lain. 
Bila melupakannya terlalu sulit, aku akan terus mengingatmu. Mungkin itu lebih mudah. 
 Sungguh aku menyangka bahwa bidadari itu lebih cantik darinya. Tapi ketika itu dialah bidadarinya. Ketika tak memiliki, berarti aku tak punya 

 Tiba tiba saja kalimat itu lahir dan muncul dalam otakku. Kalimat para pecinta. 

06-02-2013 12:41 pm

0 komentar:

Posting Komentar